Subscribe News Feed Subscribe Comments

Kripik Ampoh: Simbol Kreatifitas atau Kemelaratan??

Ya, kira-kira itulah namanya. Walaupun saya ragu apakah benar-benar kripik ampoh namanya. Silahkah koreksi kalau saja saya salah menyebutnya.
Dan kalau saya tidak salah mendengar lagi, makanan ini berasal dari daerah Jawa Tengah. Maklum, liputan berita ini saya dengar beberapa hari yang lalu dan detailnya sudah sedikit hilang dari ingatan saya. Saya sudah mencoba googling dengan keyword "keripik ampoh", tidak ada artikel yang saya dapatkan. Begitu juga ketika keywordnya saya ganti menjadi "keripik berbahan baku tanah liat", tidak ada artikel yang relevan.
Tapi baiklah, saya akan mengungkapkan sedikit intermezzo dari keripik ini.

Keripik ampoh. Satu hal yang menarik dari keripik ini adalah bahan baku untuk membuatnya. Ya, seperti saya sudah katakan bahwa keripik ini berbahan baku dari tanah liat. Cara membuatnya pun relatif mudah, yaitu tanah liat yang ada diiris tipis-tipis lalu digulung. Setelah itu, gulungan-gulungan itu dijemur sampai kering. Setelah kering, baru masuk penggorengan dan digoreng hingga masak.
coo-coo ka-coo! Keripik pun sudah siap untuk dihidangkan. Begitu mudah bukan??

Saya sedikit terkagum-kagum dengan masyarakat di desa tersebut. Sungguh kreatifitas dan ide yang luar biasa! Indonesia merupakan surganya makanan-makanan kreatif. Di negara-negara Eropa saja, jarang makan berbahan dasar jeroan (ati, ampela, usus) yang akrab dengan telinga saya. Mungkin mereka menganggap bahwa jeroan itu adalah limbah dari hewan-hewan potong. Tapi, lihatlah Indonesia! Tidak hanya jeroan, bahkan tanah liat pun bisa disulap menjadi makanan ringan. Kreatifitas yang luar biasa.
Namun, tanpa mengecilkan nilai sebuah kreatifitas tersebut, saya ingin sedikit menyorot permasalahan ini dari aspek lain. Sebuah ironi memang bangsa yang katanya kaya akan sumber daya alam dan lain-lain, namun lebih dari 50 juta rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah itu mungkin bertambah hingga saat ini. Dan, saking miskinnya dan mahalnya harga sembako, sampai-sampai tanah liat dijadikan bahan makanan. Apakah tidak ada bahan-bahan lain yang lebih layak??

Tapi kembali lagi, pendapat di atas hanyalah sebuah intermezzo. Yup, terkadang hal-hal gila memang muncul di saat orang-orang dalam kondisi tertekan. Dan tidak ada ide jenius tanpa disertai dengan kegilaan.

NB: Tapi kripik itu tetep laku looh di pasaran. Harganya juga murah, cuma 2 ribu 1 kilo-nya!Hehehe...

POLITICAL MARKETING



Adakah hubungan antara politik dengan marketing? Jelas ada, politik tidak bisa lepas dari marketing. Strategi dan trik yang terkandung di dalam dunia politik terdapat aspek-aspek yang berkenaan dengan ilmu marketing. Karena itu, setiap lima tahun sekali kita menghadapi siklus peralihan tampuk kepresidenan, misalnya, itu tidak ubahnya dengan pergerakan sebuah merek di pasaran. Hal ini terlepas dari anggapan bahwa para calon pemimpin adalah sebuah produk!
Jadi, sekalipun ada faktor-faktor di luar kendali kita, umpamanya perang, krisis, juga gejolak ekonomi, seorang presiden harus tetap membuktikan kompetensi dan kapabilitasnya dalam mempertahankan citra merek pribadi (personal brand)-nya di mata masyarakat. Terkait dengan citra merek, ada dua kemungkinan:
  1. Seorang presiden bisa menjadi merek yang cukup populer dan disegani, bahkan hingga tak menjabat lagi.
  2. Seorang presiden tersebut menjadi merek yang dilupakan atau mungkin dibenci.
Ketika mengamati siklus kehidupan politik dari seorang presiden, kita bisa mengetahui bagaimana proses presiden itu mengemas mereknya dengan baik. Misalnya, mulai dari masa penciptaan ide-ide baru dalam upaya memecahkan masalah bangsa (dalam hal ini bisa kita sebut sebagai pelanggan) samapai terpilih menjadi presiden. Tidak sampai di situ, pengelolaan citra merek juga amat penting setelah itu di antaranya dengan memenuhi janji dan idenya.
Maka, kompetisi para politikus dalam rangka memperebutkan kursi kepresidenan adalah contoh yang bagus untuk membahas marketing politik.
Bulan Juli nanti akan menjadi panas-panasnya persaingan di antara ketiga pasangan capres dan cawapres Indonesia. Pasangan pertama Megawati - Prabowo (Mega Pro) yang mengusung semangat ekonomi kerakyatannya. Pasangan kedua SBY-Boediono (sempat diberi nama SBY Berbudi) yang mengusung semangat untuk melanjutkan kinerjanya pada periode 2004-2009. Terakhir, pasangan JK-Wiranto (JK Win) yang kental dengan jargon "Lebih Cepat, Lebih Baik".
Ketiga pasangan tersebut akan berlomba-lomba untuk meraih suara dari "konsumen" sehingga dapat menduduki kursi no 1 di tanah air. Tentu saja dengan beragam program yang mereka tawarkan kelak jika terpilih. Semua ini tentang marketing! Seperti sudah dikatakan sebelumnya, tak peduli apakah Kita melihat seorang tokoh politik atau produk konsumen, intinya dalah cara bagaimana memahami pelanggan. Marketing berkaitan dengan persepsi, bukan kenyataan. Sama halnya dengan merek, kandidat yang paling terekspos mempunyai nilai paling menonjol di mata masyarakat. Serta, memiliki kesan yang paling positif dan paling diingat di benak para pemilih. Sehingga, calon tersebut mempunyai peluang besar untuk memenangkan persaingan.
Menurut Robert W. Bly, dalam bukunya Direct Marketing ada beberapa atribut yang perlu diperhatikan untuk memasarkan kandidat politik, diantaranya:
  1. Kinerja Masa Lalu. Apa yang telah dilakukan kandidat bagi para pemilih di masa lalu baik dalam layanan pemerintahan, bisnis, atau kapasitas lain? Satu cara yang bisa digunakan untuk memperlihatkan kinerja masa lalu yang baik adalah dengan mengutip track record khusus.
  2. Janji Masa Mendatang. Kadang janji masa depan ini merupakan platform tindakan-tindakan yang diinginkan. Dalam kampanye-kampanye lain, janji masa mendatang itu terutama bergantung pada apa yang katanya akan dilakukan kandidat tentang suatu isi utama. Namun, hati-hati! Strategi komunikasi yang klasik bisa menjadi bumerang bagi kandidat politiknya. Hal ini, menurut Mindiarto Djugorahardjo (selling therapist) dianggap sudah tidak mempan untuk merebut suara masyarakat.
  3. Kredibilitas. Faktor-faktor yang mengikat kandidat dengan konstituennya juga bisa diberlakukan untuk membangun kredibilitas dan hubungan dengan para pemilih.
  4. Ideologi. "Apakah sistem keyakinan Anda?" Tentu masih hangat dalam pendengaran kita, bahwa pasangan SBY, Boediono selalu dikait-kaitkan dengan ideologi neoliberalisme. Seketika itu pula, popularitas SBY menurun di mata masyarakat. Atribut yang terakhir ini memang terdengar sangat sensitif.
Jadi, siapakah yang akan memenangkan persaingan??
(dari berbagai sumber)


Kegagalan Menilai Budaya Pasar: Indikasi Kematian Merek



Seorang marketer harus bisa menghormati budaya suatu daerah yang menjadi Hal ini patut dilakukan apabila ia ingin sukses. Banyak pemain internasional salah mengartikan globalisasi sebagai homogenisasi alias menyatukan semua bauran pemasaran di semua tempat. Padahal beberapa produk sering tidak mudah mendapatkan tempat di hati konsumen. Sereal target marketnya Corn Flakes contohnya, walaupun mampu menjadi raja di Amerika Serikat, namun tidak pernah bisa meraih sukses di pasar Asia. Hal ini dikarenakan beberapa negara di Asia memiliki kebiasaan untuk sarapan dengan nasi atau bubur.
Hal yang paling sepele adalah masalah translasi bahasa. Search engeine seperti Google pun menyadari bahwa dirinya tak akan mudah masuk ke pasar Indonesia jika tidak mengeluarkan Google dalam bahasa Indonesia. Hal ini pun dilakuka Wikipedia. Kamus terlengkap di dunia ini bisa diakses mempergunakan bahasa Indonesia.
Di dalam kesalahan budaya tentu saja termasuk kesalahan penamaan yang diakibatkan tidak memahami bahasa setempat. Semua orang tentu mengetahui Band Sheila On 7 (SO7) bukan? Beberapa penggemarnya mungkin mengetahui bahwa beberapa tahun yang lalu, band asal Yogyakarta ini pernah dilarang tampil di Malaysia. Hal ini dikarenakan di salah satu lirik lagunya terdapat kata "celaka" yang memiliki makna sangat kasar di negeri Jiran.
Hal ini pun terjadi misalnya pada Extra Joss yang dengan slogan "Ini biangnya" kurang diterima di Medan. Hal ini disebabkan karena istilah biang berarti anjing. Demikian halnya dengan American Airlines yang masuk ke pasar Meksiko dengan slogan "Fly in Leather. Maksud dari slogan ini adalah kursi kelas eksekutifnya memakai kursi berbahan kulit. Namun, dalam bahasa Spanyol, slogan ini di salah ejakan "Vuelo en Cuerco", dimana Cuero adalah bahasa slang untuk telanjang. Sungguh menggelikan bukan?
Di Indonesia, Tara Nasiku dari Unilever dan Nasi Instan Garudafood merupakan contoh merek yang gagal untuk menghadirkan inovasi baru di pasar Indonesia. Mulanya produk-produk ini dibuat untuk menggebrak pasar makanan instan.
Namun, ternyata mengubah budaya itu tidak mudah. Mie instan berhasil merubah budaya makan Indonesia, tapi tidak demikian halnya dengan nasi goreng instan. Nasi adalah makanan utama sedangkan mie instan adalah makanan sampingan. Tidak mudah bagi orang Indonesia makan nasi dengan mengolahnya secara instan.
Menurut Jahja B, Soenarjo, Chief Consulting Officer Direxion Consulting, ada tiga penyebab utama kegagalan merek terkati budaya pasar:
  1. Market readiness atau kesiapan pasar untuk menerima produk baru. kalau target market-nya belum siap, maka produk tersebut pasti akan terhambat.
  2. Edukasi pasar yang berkelanjutan. Edukasi bukan berarti promosi semata. Membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk mengubah pola pikir dan mengubah budaya.
  3. Unconfirmity, yang berarti ketidaksesuaian benefit yang ditawarkan dengan ekspektasi pasar atau permintaan laten. "Menciptakan" permintaan bukanlah hal yang mudah. Jika tidak ada latent demand yang kemudian digiring menjadi permintaan efektif, maka bisa menimbulkan kegagalan merek.
Sumber: Majalah Marketing Edisi 06/ JUNI/ 2009 (dengan perubahan)

Night at The Museum (1&2): Sebuah Inspirasi Untuk Mempromosikan Indonesia




Sebuah konsep yang simpel terkadang tanpa terduga berhasil menjelajahi sudut astral yang tidak terjamah oleh akal pikiran manusia. Pertanyaan sederhana seperti, apa yang terjadi dengan seluruh benda-benda di museum ketika semua lampu dimatikan? Ternyata mampu dijawab dalam film Night at the Museum (NATM) : “mereka bergerak dan hidup!” Itu sebabnya film yang tayang perdana tahun 2006 ini mampu mencetak hits besar.

Film ini berkisah tentang Larry Daley (Ben Stiller) yang bekerja sebagai penjaga malam di sebuah museum. Seperti sudah dikatakan sebelumnya, semua benda di dalam museum menjadi hidup ketika malam tiba sampai fajar terbit. Kisah Larry Daley di kedua filmnya (NATM 1&2) terbilang sangat luar biasa. Dia bisa mengenal berbagai tokoh-tokoh sejarah dari berbagai zaman, mulai dari manusia purbakala, tentara romawi, sampai tokoh-tokoh pemimpin di dunia seperti Fir'aun, Napoleon Bonaparte, Abraham Lincoln, Roosevelt, hingga tokoh-tokoh di zaman modern. Tidak kalah tokoh penjahat kawakan Al Capone pun ikut serta dalam seri film NATM ke-2.

Namun, dalam kesempatan kali ini saya tidak bermaksud untuk me-review kedua seri film tersebut. Ada aspek pembelajaran sejarah yang bisa diambil dari film ini. Jadi, seseorang dapat lebih menghargai apa yang terjadi di masa lampau agar menjadi pembelajaran di masa sekarang. Itulah inti dari MELEK SEJARAH!


Ayoo INDONESIA!!

Tanpa bermaksud untuk memprovokasi para sineas Indonesia untuk melakukan plagiarisme, namun tidak ada salahnya para sineas kita membuat film lain yang sejenis. Tentu saja, dengan format cerita yang berbeda. Terinspirasi dari karya seseorang untuk kemudian dikembangkan bukan berarti sebuah plagiarisme bukan?? Karena kreativitas baru pada dasarnya muncul dari kreativitas terdahulu.

Lalu? Kenapa kita harus bisa membuat film "sejenis" ini? Well, Indonesia sangat kaya dengan tokoh sejarah dan juga momen sejarah. Satu hal lagi, Indonesia sangat kaya dengan ragam budayanya. Bayangkan, apabila sineas kita dapat membuat sebuah film sejenis NATM, berapa banyak tokoh-tokoh yang dapat diangkat dalam ceritanya? Bukan bermaksud sukuisme (namun lebih kepada wawasan saya yang masih terbatas), dari Pulau Jawa saja sangat banyak tokoh-tokoh yang dapat diambil. Dari dunia dongeng misalnya, kita dapat mengambil tokoh Nini Anteh (seorang nenek yang konon dipercaya tinggal di bulan). Belum lagi dari dunia mitos dan legenda, ada Sangkuriang. Dunia pewayangan, sangat kaya sekali akan tokoh, sebut saja Pandawa Lima, Cepot, Petruk, dsb.

Dari tokoh sejarah Indonesia? Tidak usah diragukan lagi, Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Imam Bonjol, Bung Karno, Bung Hatta, Pa Harto, dan masih banyak lagi.

Bayangkan!!Seabrek tokoh dapat muncul hanya dari sebuah pulau saja. Apabila suatu saat nanti film seperti ini dapat terealisasi, inilah saatnya para sineas Indonesia untuk mempromosikan Indonesia dan tepatnya kebudayaan Indonesia kepada dunia internasional. Sama halnya dengan sebuah produk, negara juga membutuhkan promosi ke dunia luar, agar mendapat sebuah pengakuan. Dan yang paling penting, agar kekayaan yang kita miliki tidak diklaim lagi oleh Negara Tetangga.

-terus berkarya sineas Indonesia-

Metode Self-Marketing



Ada sebuah cerita menarik yang saya dapatkan dari Majalah Marketing edisi 1/ IX/ Januari 2009. Hmmm… sebut saja ini sebuah metode self-marketing (hehehe), kira-kira masuk yang mana ya kita??

  1. Ada gadis cantik di sebuah pesta. Kamu mendatanginya dan langsung bilang, “Saya orang kaya. Nikah sama saya yuk!” Ini namanya Direct Marketing.
  2. Ada gadis cantik di sebuah pesta. Salah satu temanmu menghampirinya. Sambil menunjuk ke arah kamu, temanmu itu berkata, ”Dia orang kaya, nikah sama dia, ya!” Itu namanya Advertising.
  3. Ada gadis cantik di sebuah pesta. Kamu menghampirinya, lalu minta nomor HP. Keesokan harinya kami telepon dia dan langsung bilang, ”Saya orang kaya. Nikah sama saya, yuk!” itu namanya Telemarketing.
  4. Ada gadis cantik di sebuah pesta. Lalu kamu merapikan diri, mengambilkan dia minum, dan membukakan pintu buat dia lalu mengantarnya pulang. Sambil mengantar pulang, kamu bilang “By the way, saya orang kaya nih. Nikah sama saya, yuk!” Itu namanya Public Relation.
  5. Ada gadis cantik di sebuah pesta. Dia menghampiri kamu dan berkata, “Kamu orang kaya, kan? Nikah sama saya yuk!” itu namanya Brand Recognition.
  6. Ada gadis cantik di sebuah pesta. Kamu mendatanginya dan langsung bilang, “Saya orang kaya. Nikah sama saya, yuk!”, tapi dia malah menampar kamu. Itu namanya Customer Feedback.


Sumber: Majalah Marketing edisi 1/ IX/ Januari 2009. halaman 128; rubrik Humor Marketing. (dengan perubahan)

my first debut...

yihaa...
setelah sekian lama ditunda-tunda, akhirnya bikin blog juga... hahahaha sebenernya masih bingung sih ini blog bakal diapain, tapi biar ngalir aja deh..
so.. this is my story

 
icandakocan | TNB